Melewati cuti selama 10 hari di Pannampu, seakan mengembalikan momen-momen kenangan saat saya masih sekolah di Makassar, walau tentu suasananya sudah jauh berbeda. Tinggal di Pasar Pannampu, yang penuh riuh bukanlah sekedar kenangan buat saya, tapi juga membentuk karakter saya. Suara musik dari penjual VCD di depan rumah ditambah teriakan penuh semangat para padangkang untuk menarik pembeli menjadi seperti alunan musik hidup yang terus menggema hingga ke tempat tinggal saya saat ini, Balikpapan.
Di Pannampu, bukan saja kita membentuk komunitas ekonomi yang menggeliat dari subuh hingga matahari sepenggalah, tapi juga membentuk komunitas kultural yang akrab satu sama lain. Kultur bugis, makassar dan semuanya berbaur dalam harmonisasi yang mempertemukan kebutuhan dan persediaan. Ketika lalat dan sampah kemudian menjadi anggota komunitas, maka lengkaplah ekosistem sosial di petak kecil di kota Makassar itu.
Berikut adalah foto-foto yang berhasil saya himpun dari Olympus E-500 ku tersayang.
Photo-1: Pasar Pannampu, bird view
Photo-2; Mereka datang dari jauh
Photo-3: Gerbang tua, tidak mungkin ditutup lagi.
Photo-4: Keluarga penjual Jeruk
Photo-5: Kerja warisan
Photo-6: Penumpangnya; Jeruk!
Photo-7: Menunggu rejeki
Photo-8: Nikmatnya Kopi Susu.
Photo-9: Penjual Jeruk
Photo-10: Ayam Potong bebas Flu Burung
Photo-11; Jambu ku Jambu mu juga
Photo-12; Beli telur bonus senyum
Photo-13; Juku’ penglaris
Photo-14; Mau tomat tanpa biji, atau cabe ikal?
Photo-15; Bukan saya menjual bangkai, tapi memang ikan-ikan ini sudah mati duluanmi kodong.
Photo-16; Fotoka’ dulue boss…
Photo-17: VCD Kucing Garong laris manissss….
Photo-18: Epilog, ketika bau dan kotoran menjadi karib harian…
uwee.. preman ganti profesi mi.
Wueeehhhhhh……. (aku pake ‘h’)
Muantab ki Daeng!
Pengen pulkam juga. Rindu terumbu karang.
Rindu ikan-ikan berwarna kuning yang asyik bermain di sekitar bebatuan. Rindu laut beningnya Selayar. 😦
Mantaaapp!! Foto yg sangat impresif, komplikatif, implikatif, represif dan edukatif, Bro! Salut buat Daeng Ruslee!!
KereeeNnnn . .
Kalo sy paling suka efek hitam putihnya itu daeng Ruslee!! bagemana caranya di’??
He he he . . .
karaennnn….:)
fotonya sudah berbicara banyak tentang keadaan pasar Pannampu…pasar yang seperti pasar-pasar tradisional lainnya berusaha bertahan hidup di tengah gelindingan kapitalisme yang hadir lewat Mall-Mall dan TC-TC…
sayang, padahal pasar tradisional mengajarkan kita banyak hal, komunikasi dan interaksi sosial yang tidak kita temukan di pasar modern…..
salut untuk daeng Rusle’….semoga nanti anak2 kita masih mau jalan2 ke pasar tradisional di’…
saya pernah ke sana… nekkere’ juga lewat sana… hehehe
Salam kenal buat kita (daeng rusli) a Q juga orang makassar tepatnya tinggal di kawasan panamppu jugaji.aQ Skarang di Samarinda. aQ rindu skalika ma kota makassarku.Ok Dech Salam kenal yach.