Maafkan, tapi saya tak bisa menyembunyikan kekaguman teramat besar akan sosok pak Amien Rais. Politisi, yang jauh dari pattern, dan lebih cocok menjadi akademisi ini kembali membuat saya terkesima. Saat yang lain lebih suka menyembunyikan diri, jaga image dan sok bersih, pak Amien tanpa merasa risih pada tgl 15 Mei 2007, dihadapan para wartawan mengakui menerima dana kampanye dari Rokhmin Dahuri, menteri Dept Kelautan dan Perikanan (DKP) waktu itu sebesar 200juta + 200 juta (400 juta ya). Bahkan siap untuk dijadikan tersangka apabila memang melawan ketentuan hukum kala itu. Toh ketentuan Kampanye dari KPU waktu itu mengizinkan sumbangan institusi untuk Calon Presiden maksimum Rp 750juta. (Gambar diambil dari Blog Yuli Ahmada)
Sejak beliau mencanangkan diri untuk menjadi Calon Presiden vis a vis Jendral Besar Soeharto di tahun 1997 silam, semua orang terperangah dan berdecak kagum akan keberanian Amien Rais, bahkan beberapa tokoh menyebutnya bahwa pak Amien sudah putus urat takutnya, secara fakta politik masih menunjukkan kekuasaan Soeharto yang masih kuat mencengkeram. Bahkan Emil Salim pun, ‘hanya’ berani mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden, sesuatu yang diangap bung Kancil, sebutan lain Amien Rais, sebagai ban serep dan ndak punya kuasa apa-apa. Roda Suksesi yang digelindingkan beliau semenjak Muktamar Muhammadiyah tahun 1995 rupanya bak bola salju yang malah panas, karena tak semua orang berani menatapnya lama-lama, takut!
Tapi tidak dengan Amien Rais, sang penggagas utama Reformasi ini. Sejarah mencatat, ketika Presiden Habibie gagal mendapatkan dukungan atas pertangungjawabannya karena salah satunya tikaman dari dalam “Golkar Brutus”, beliau kemudian meminta langsung Amien Rais untuk maju sebagai Calon Presiden, dan diaminkan oleh sejumlah tokoh, termasuk Akbar Tanjung dan Yusril Ihza Mahendra. Tapi beliau dengan santun menolak, karena ingin menjaga komitmennya dengan Gus Dur karena sebelumnya sudah mencalonkan Gus Dur sebagai Capres dari PAN, bahkan walau PKB saat itu malah menyokong Megawati.
Beberapa pihak malah mengatakan Amien Rais itu ambisius untuk menjadi Presiden, dengan ucapan dan koar-koarnya kadang dianggap sebagai salah satu manifestasi ambisi nya yang luar biasa dan bahkan menjulukinya sebagai Amien Rakus. Kasihan, saya malah melihatnya sebgagai wujud kejujuran dan keberanian beliau untuk bersuara. Untuk menjadi Presiden memang keinginan beliau, demi untuk meninggikan martabat, menutup lobang kebohongan, menambal celah kemunafikan namun beliau tetap santun dan sangat akademis, walau teramat kritis sebagai orang Jawa.
Pemilihan Presiden 2004 kemaren saya urung memakai hak pilih saya di Putaran Kedua, karena beliau Amien Rais ndak masuk, sesuatu yang buat saya menyedihkan. Sayang sekali rakyat Indonesia memilih pemimpin hanya berdasarkan kharisma dan sindrom “korban” saja….sayang sekali….
Tak tahu, di generasi nanti apakah sosok Amien Rais bisa mengejawantah dan memimpin bangsa dengan tegas, keras tapi berkarakter kuat membagun bangsa.
Wallahu ‘alam bishshawab.
(Gambar diatas diambil dari Situs www.suaramerdeka.com) (more…)
Read Full Post »